BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

About Me

My photo
Tiada daya untuk menghindar dari kederhakaan dan tiada kekuatan untuk melakukan ketaatan, kecuali dengan pertolongan ALLAH

Sunday, March 27, 2011

Pengorbanan Zainab Al-Ghazli



Ada sebuah kisah menarik yang pernah terjadi di suatu negeri pada tahun 1965. Peristiwa ini, perlulah dijadikan pengajaran terutamanya untuk kaum muslimat. Di waktu itu, hiduplah seorang aktivis muslimah yang menyeru manusia kepada Allah SWT. Namanya Zainab Al-Ghazali. la dilahirkan di sekitar tahun 1917, di awal abad dua puluh ini, 65 tahun usianya ketika ini. Mula ditahan dalam tahun 1965, ketika itu usianya sekitar 44 tahun. Akibat dari penyeksaan yang dahsyat yang ditanggungnya dalam tahanan ketika diambil statement oleh pendakwa, mereka menyangka umurnya lebih 90 tahun, pada hal umurnya ketika itu 44 tahun — menunjukkan betapa beratnya seksaan yang dilakukan oleh rejim Jamal Abdel Nasser.

Dia adalah seorang da’ei wanita yang cukup gigih dalam dakwahnya. Dalam hidup sehariannya, yang ada didalam fikirannya hanyalah bagaimana menyebarkan kebajikan dan membimbing manusia ke jalan yang benar. Dia memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam. Ketajaman kata-katanya dalam berdakwah membuat dia harus berhadapan dengan pemimpin negeri ini yang zalim pada saat itu.
Zainab Al-Ghazali pun telah menjalani fasa-fasa penyiksaan. Meremang bulu roma di saat mendengar kisahnya. Meski demikian, keyakinanannya akan pertolongan Allah swt., kelazatan iman yang dirasakannya, serta tekad yang membaja membuat ia terus bersabar. Pada Ogos 1965, Rumah Zainab Al-Ghazali digeledah oleh beberapa tentara, tanpa ada izin terlebih dahulu.
Tatkala ia meminta diperlihatkan surat penggeledahan, mereka menjawab, “Surat tugas yang mana, hai orang gila! Kami sekarang dalam masa, dimana kami bebas melakukan apa saja yang kami kehendaki terhadap kamu.” Tanpa penjelasan lain yang menjadi bukti, mereka terus mengheret Zainab Al-Ghazali keluar rumah dan dibawa dengan kereta. Tanpa pembelaan, muslimah yang tekun beribadah ini terus dimasukkan ke penjara. Namun dia tetap sabar dan mengharap pahala dari Allah swt. atas ujian yang diterimanya itu. Ia dimasukkan ke dalam ruangan penjara bernombor 24. Berikut adalah cerita pengalaman beliau sepanjang berada didalam penjara:
“Sebuah pintu ruangan yang sangat gelap dibuka, lalu aku dimasukkan kedalamnya. Dan ketika ruangan itu telah menelan diriku, aku mengucapkan, “Bismillah As-salamu’alaikum.” Kemudian, pintu itu ditutup kembali. Setelah itu, lampu yang sangat terang dinyalakan dengan tiba-tiba. Ini dimaksudkan untuk menyiksa diriku. Ruangan itu dipenuhi oleh beberapa anjing. Aku tidak mengetahui berapa jumlahnya. Aku pejamkan kedua mataku dan aku letakkan kedua tanganku didadaku, kerana ketakutan yang mencekam. Lalu aku dengar suara pintu dikunci dengan rantai dan gembok besar. Anjing-anjing itu terus menyerangku dan mengigit sekujur tubuhku, kepalaku, kedua tanganku, dadaku, punggungku dan di seluruh bagian tubuhku kurasakan tusukkan taring-taring anjing.
Sakit sekali. Tatkala aku mencuba membuka mata untuk melihat, maka dengan segera kupejamkan kembali kerana ketakutan yang sangat. Lalu kuletakkan kedua tanganku di bawah kedua ketiakku, sambil menyebut asma-asma Allah swt. (Asmaul Husna), mulai dari kata, “Ya Allah, Ya Allah…” Satu per satu nama agung Allah kubaca. Sementara anjing-anjing tiada berhenti mengigit tubuhku. Tusukkan taringnya kurasakan di kepalaku, pundakku, punggungku, dadaku, dan disekujur tubuhku.
Saat itu saya berdo’a kepada Allah swt. dengan mengatakan,
“Ya Allah sibukkanlah aku dengan (mengingat)-Mu, hingga melupakan selain-Mu. Sibukkanlah aku dengan (mengingat)-Mu, wahai Tuhanku. Wahai zat Yang Maha Esa, wahai zat Yang menjadi tempat bergantung. Bawalah aku dari alam kasar (dunia) ini. Sibukkanlah aku agar tidak mengingat seluruh hal selain-Mu. Sibukkanlah aku dengan (mengingat)-Mu, bawalah aku di hadirat-Mu. Berilah aku ketenangan yang sempurna dari-Mu. Liputilah aku dengan pakaian kecintaan-Mu. Berikanlah kepadaku rezeki mati syahid dijalan-Mu. Karunikanlah kepadaku kecintaan yang tulus kepada-Mu, keridhaan pada (ketentuan)-Mu dan Ya Allah, teguhkanlah diriku, sebagaimana keteguhan yang dimiliki oleh para ahli tauhid ya Allah!”
Doa tersebut kuucapkan, sementara binatang-binatang buas itu tidak berhenti menusukkan taringnya disekujur tubuhku. Detik demi detik, minit demi minit dan jam demi jam pun berlalu. Tiba-tiba pintu ruanganku terbuka, lalu aku dikeluarkan dari kamar. Aku membayangkan, bahawa pakaian putih yang kukenakan telah berlumuran darah. Itulah yang saya rasakan dan bayangkan bahwa anjing-anjing itu benar-benar telah mengigitku. Akan tetapi, betapa terkejutnya aku. Seolah-olah pakaianku tidak terkena sesuatu apapun, dan seolah-olah tiada satu pun taring yang menembus tubuhku. Mahasuci Engkau ya, Allah. Sesungguhnya Dia selalu bersamaku dan selalu mengawasiku. Ya Allah, apakah aku ini layak mendapatkan kurnia dan kemuliaan dari-Mu. Ya, Tuhanku bagimu segala puji. Semua itu kuucapkan di dalam hatiku. Para penjaga penjara hairan ketika mengetahui bahawa anjing-anjing tidak merobek-robek tubuhku.
Saya tidak mengetahui mengapa mereka amat hairan menyaksikan hal seperti itu. Bukankah Allah swt. telah berfirman,“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)
Ini adalah peristiwa nyata yang terjadi semasa kekejaman pemerintahan. Peristiwa itu merupakan pertolongan yang diberikan Allah kepada Zainab Al-Ghazali, wanita muslimah tersebut. Mereka tidak berhenti melakukan penyiksaan kepada wanita muslimah ini. Hari demi hari berganti, bulan demi bulan teru berjalan dan tahun-tahun pun berganti. Namun, Zainab tetap terkurung didalam penjara dan menerima berbagai macam penyiksaan, tanpa kesalahan yang jelas.
Wahai saudaraku muslimah yang mulia, ini adalah realiti yang dialami oleh sebahagian saudarimu seaqidah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Meski demikian, Zainab Al-Ghazali tetap bersabar dan mengharap pahala dari Allah, Dzat Yang Maha tinggi dan Maha kuasa. Ia selalu tegar kerana sangat yakin bahawa pertolongan Allah swt. pasti datang. Demikianlah, kekuatan iman itu dapat menimbulkan berbagai hal yang menakjubkan, sulit untuk dicerna oleh pemikiran manusia.

Friday, March 11, 2011

~♥♥ Tips Kecantikan Utk Wanita Solehah ♥♥~



1 . Bulu kening
Menurut Bukhari " Rasullulah melaknat perempuan yang mencukur (menipiskan bulu kening atau meminta supaya dicukurkan bulu kening) " Riwayat Abu Daud Fi Fathil Bari

2 . Kaki ( tumit kaki )
" Dan janganlah mereka ( perempuan ) membentakkan kaki ( atau mengangkatnya) agar diketahui perrhiasan yang mereka sembunyikan "An-Nur : 31

a ) menampakkan kaki
b ) menghayungkan/melenggokkan badan mengikut hentakkan kaki

3 . Wangian
" Siapa sahaja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya , maka wanita itu telah dianggap melakukan zina dan tiap-tiap mata ada zina " Riwayat Nasaii , Ibn Khuzaimah dan Hibban

4 . Dada
" Hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka " 
An-Nur : 31

5 . Gigi
" Rasullulah melaknat perempuan yang mengikir gigi atau meminta supaya dikikirkan giginya " Riwayat At-Thabrani " Dilaknat perempuan yang menjarangkan giginya supaya menjadi cantik,yang merubah ciptaan Allah " Riwayat Bukhari dan Muslim

6 . Muka dan leher
" Dan tinggallah kamu (perempuan) di rumah kamu dan janganlah kamu menampakkan perhiasan mu seperti orang jahilliah yang dahulu "

a ) bersolek ( make-up )
b ) menurut Maqatil : Sengaja membiarkan ikatan tudung yang menampakkan leher seperti orang Jahilliyah


7 . Muka dan Tangan
" Asma Binte Abu Bakar telah menemui Rasullulah dengan memakai pakaian yang tipis . Sabda Rasullulah : Wahai Asma ! Sesungguhnya seorang gadis yang telah berhaidh tidak boleh baginya menzahirkan anggota badan kecuali pergelangan tangan dan wajah saja " Riwayat Muslim dan Bukhari

8 . Tangan
" Sesungguhnya kepala yang ditusuk dengan besi itu lebih baik daripada menyentuh kaum yang bukan sejenis yang tidak halal baginya " Riwayat At Tabrani dan Baihaqi

9 . Mata
" Dan katakanlah kepada perempuan mukmin hendaklah mereka menundukkan sebahagian dari pemandangannya " An Nur : 31 Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya . Kamu hanya boleh pada pandangan yang pertama , ada pun pandangan seterusnya tidak dibenarkan " Riwayat Ahmad , Abu Daud dan Tirmidzi

10 . Mulut ( suara )
" Janganlah perempuan-perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada perasaan serong dalam hatinya , tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik " Al Ahzab : 32 " Sesungguhnya akan ada umat ku yang minum arak yang mereka namakan dengan yang lain , iaitu kepala mereka dilalaikan oleh bunyi-bunyian (muzik) dan penyanyi perempuan , maka Allah akan tenggelamkan mereka itu dalam bumi " Riwayat Ibn Majah

11 . Kemaluan

" Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan mukmin , hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka (jangan berzina) " An Nur : 31 " Apabila seorang perempuan itu sembahyang lima waktu , puasa di bulan Ramadhan , menjaga kemaluannya (tidak berzina) dan menta'ati suaminya , maka masuklah ia kedalam syurga daripada pintu-pintu yang ia kehendakinya " Riwayat Al Bazzar " Tiada seorang perempuan pun yang membuka pakaiannya bukan dirumah suaminya , melainkan dia telah membinasakan tabir antaranya dengan Allah " Riwayat Tirmidzi , Abu Daud dan Ibn Majah

12 . Pakaian
" Barangsiapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan , maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan dihari akhirat nanti " Riwayat Ahmad , Abu Daud , An Nasaii dan Ibn Majah

" Sesungguhnya sebilangan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat . Mereka tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium baunya " Riwayat Bukhari dan Muslim
a ) Berpakaian tipis / jarang
b ) Berpakaian ketat / membentuk
c ) Berpakaian berbelah / membuka bahagian-bahagian tertentu

" Hai nabi-nabi katakanalah kepada isteri-isterimu , anak perempuan mu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka memakai baju jilbab (baju labuh dan loggar ) yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali . Lantaran itu mereka tidak diganggu . Allah maha pengampun lagi maha penyayang " Al Ahzab : 59

13 . Rambut
" Wahai anakku Fatimah ! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mahu menutup rambutnya daripada dilihat oleh lelaki yang bukan mahramnya " Riwayat Bukhari dan Muslim

14 . " Bagi wanita-wanita yang memelihara dirinya dan menta'ati suaminya , segala makhluk , burung yang terbang , ikan dilaut ,malaikat dilangit , matahari dan bulan dan lain-lain memohon keampunan Allah untuknya

Sunday, March 6, 2011

Permata Yang Dicari




Bilakah masa untukku merasa cinta insan pilihan Allah? Dimanakah sekeping hati yang akan melengkapi hatiku yang tidak sempurna ini? Sempatkah aku membina baitul muslim nanti? Ah! Saatnya belum tiba Muntaqim! Jangan dipersoalkan lagi..! Tenanglah hati..senanglah diri. Allah tahu sampai waktu tertentu akan ku temui pelengkap hatiku. Lagu dendangan dari mp3 yang bertahun setia bersamanya digenggam erat. Erat sebagaimana dekat dan eratnya lagu yang bermakna pada dirinya itu.

Ya Allah..
Jika dia benar,untukku dekatkanlah hatinya dgn hatiku..
Jika dia bukan milikku..
Damaikanlah hatiku dengan ketentuanMU..
Dialah permata yg dicari..
Selama ini baru ku temui
Tapi ku tak pasti..
Rencana ILAHI..
Apakah dia kan kumiliki..

Tidak sekali dinodai nafsu..
Akan ku batasi dengan syariat Mu..
Jika dirinya bukan untukku..
Redha hatiku dengan ketentuanMU..
Ya Allah..
Engkaulah,..tempat ku brgantung harapanku..

Setiap kali kuhayati bait – bait lagu dendangan kumpulan Dehearty yang bertajuk Permata Yang Dicari itu, persoalan yang sama tetap menerjah ruang fikiran. Penat! Lemahkah aku pabila melihat insan seusiaku telah pun berpunya? Teman yang setia, teman yang ada kala suka dan duka.. Indah sungguhkah percintaan yang dipertontonkan teman - temanku ini?
Astaghfirullah….

Aku hampir lupa bahawa syaitan itu sentiasa mencuba bermain dengan tipu dayanya terutama melibatkan ikhtilat atau pergaulan bebas antara seorang lelaki dan seorang wanita yang asing..dan yang pasti tipu daya laknatullah tentang cinta yang kononnya kerna Allah!

“Assalamu’alaikum..” terdengar ketukan bertalu di pintu yang sekaligus mematikan lamunanku. ‘Ah! Siapa pula yang datang waktu macam ni.’

“Wa’alaikumsalam warahmatullah..” balasku seraya membuka pintu kamar usangku.

“Eh..Rauf, kaifhal? Hajat apa enta datang malam ni? Setahu ana tugasan yang Ustaz Khir bagi kelmarin kita dah bincangkan semalam. Dan ana dah pun selesaikan bahagian ana.” kelihatan Abdur Rauf, teman sekelasku yang tinggal di Blok Abu Bakar As- Siddiq mengukir senyum. ‘Pelik. Jarang benar Rauf datang lewat malam begini.’

Sekilas aku memandang jam dinding yang menunjuk ke waktu 11.30 malam.

“Alhamdulillah khair..wa enta? Qim..maaf menggangu enta. Ana ada hal ingin dibincangkan dengan enta.” Ujarnya seraya membalas huluran salamku.
“Alhamdulillah..khair aydhon.Eh..taklah. Masuklah..lagipun ana pun sedang memikirkan sesuatu dari tadi. Mungkin tak sepenting hajat enta..” Aku menepuk pundaknya dan mempersilakan masuk ke kamar. Kamar yang berada di tingkat 4, Blok Umar Al-Khattab ini bersebelahan dengan blok Abu Bakar As-Siddiq.

“Hm…..entahlah Qim. Penting atau tidak, bukan ana yang tentukan. Terserah pada enta. Tapi sebelum tu, ana nak tanya sesuatu yang mungkin agak peribadi.” Balasnya mengambil tempat di sebelahku.

“Apa dia? Bunyi macam sesuatu yang penting je..” dugaku.

“Hm..macam ni,err…enta sudah berpunya? Maksud ana, hati enta dah dimiliki? Maaf jika soalan ana ni macam busy body urusan hidup enta. Tapi, ada insan yang juga saudara seIslam yang meminta ana tuk sampaikan sesuatu hajat pada enta.” berhati-hati Rauf menyusun persoalan bimbang aku berkecil hati barangkali.
“Enta ni..ana ingatkan soalan tentang hal ehwal negara tadi,” balasku. Senyum. ‘Soalan yang biasa diutarakan itu bukanlah lagi satu persoalan peribadi memandangkan aku sehingga kini belum memiliki apatah lagi punya kesempatan untuk jatuh hati…!’

“Enta rasa?” soalku pula.

“Entah! Ana tak berani menduga. Lagipun ana tak pernah lihat enta berdua dengan akhwat, memandang pun payah apatah lagi berbual. Tapi, siapa tahu..diam – diam berisi.” balasnya sambil menekankan ayat yang terakhir.

“Baiklah..memandangkan soalan ni tidaklah dikira peribadi pada ana jadi, buat pengetahuan enta, demi Allah..sehingga hari ni, ana masih tak berpeluang merasa cinta. Maksud ana bercinta dalam erti kata sebenar..couple. Mungkin bagi enta agak pelik tapi memang ana masih tak berpunya. Siapalah mahukan ana yang beku dan kaku ni…” jujurku merendah diri.

“Benarkah? Enta ni, bukan soal kaku dan beku tapi menjaga kehormatan diri namanya tu. Ana tak pelik memandangkan cara dalam Islam sendiri tidak menyatakan tentang cinta sebelum akad yang jauh lebih melekakan dan menjauhkan diri dari mengingati Allah. Baguslah. Kalau begitu, ana ingin sampaikan hajat seseorang yang ana maksudkan tadi.” balasnya sambil mengeluarkan sekeping sampul surat putih dari saku baju melayu birunya dan menyerahkan padaku.





***********************

“Baiklah..sampai sini sahaja perbincangan kita. Saya harap kelas akan datang, kamu semua sudah merangka satu program sebagai bahan projek mini semester ini. Terima kasih semua..” Puan Ajisa menamatkan kelas Pengaturcaraan tengahari itu.

“Eh..Qim, bagaimana dengan surat yang ana bagi hari tu? Apa pandangan enta? ” soal Rauf tiba – tiba.

“Oh ya..surat tu, maaflah. Ana pun hampir terlupa mengenainya. Lagipun busy sangat sampai lupa nak membacanya,” jujurku.

“Hm…ana ingatkan enta dah baca isinya. Jangan lama sangat, lagipun tak baik diabaikan niat seorang insan yang mungkin ikhlas,” Rauf melemparkan senyum dan berlalu pergi. Pergi meninggalkan persoalan. Apakah isinya?

Setelah berhari – hari kusimpan sampul putih yang hajatnya masih tidak kuketahui dan setelah diperingatkan oleh Rauf tentang keikhlasan insan yang menuliskan padaku ini, akhirnya petang itu usai solat fardhu Asar, aku membuka sampul putih yang masih kemas seperti di awal saat beralih tangan dari penulis buat pembaca bertuah..(bertuahkah aku? Apakah hajat di balik keikhlasan insan ajnabi itu? Inilah sebab utama keenggananku membacanya..surat dari akhwat buat pertama kali, semoga diriku jauh dari fitnah dunia) bismillah…dengan nama Allah Ta’ala..

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Buat akhi yang dikasihi..

Akhi Abdul Muntaqim as-Salam ibni Muhaiminul Islam.

Apa khabar insan yang berada dalam limpahan rahmat ALLAH ini ?
Semoga hendakNYA berbahagia bersama keluarga tercinta..
Salam sejahtera dari ana yang jauh dari pandangan insan yang tidak pernah memandang..

Jauh dari insan yang tidak pernah mendekat.
Jauh dari insan yang menjaga dirinya.
Mungkin akhi kala ini seharusnya merasa sesal membaca surat dari seorang akhwat asing yang tidak pernah akhi memandangnya..apatah lagi mengenal dari jauh.
Maafkan ana andai warkah ini, warkah yang tidak diundang hadirnya mengganggu ketenteraman akhi dalam redha ILAHI.

Akhi,
Saat pertama ana melihat akhi sewaktu akhi menyampaikan kuliah maghrib tahun lepas, ana merasakan bahwa ana telah menemukan dengan insan yang mungkin jiwanya seperti jiwa Umar yang kuat dan teguh untuk membawa ana pada haluan ALLAH. Bicara akhi yang mantap dalam menegakkan Islam yang tercinta membuatkan ana bertambah kagum dari jauh. Mendengarkan nama akhi dari bicara para akhowat, hati ana bergetar hebat..sekalipun dari satu pandangan pertama dan terakhir ana buat akhi saat itu. Inikah perasaan cinta anugerah ALLAH yang diagung-agungkan makhluk seluruh alam ? Astaghfirullah… Benarkah perasaan ana ini akhi? Maafkan ana..

Akhi,
Sesungguhnya mungkin ini adalah ujian ALLAH buat hati ana yang tidak pernah menyimpan hatta sekilas lalu nama seorang ikhwan yang asing. Hati yang tidak pernah mengenal cinta seorang ajnabi. Apatah lagi membenarkan dimiliki semudah wanita zaman ini yang memberi. Syukur pada ALLAH atas perasaan ini tapi...

Akhi,
Maafkan ana. Jujur ana katakan, tujuan ana melayangkan warkah ini buat akhi. Bukan mereka cerita agar dibalas dengan simpati dan cinta yang mungkin bukan kerna ILAHI. Bukan jua ingin meminta ruang di hati akhi buat ana yang tidak sempurna dan penuh dengan kekurangan diri. Tetapi, warkah ana ini ingin menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan diri. Kelekaan ana dalam menilai diri akhi. Kelalaian ana dalam membiarkan diri hanyut mencari makna di sebalik nama empunya diri. Maafkan ana.
Sepantasnya tidak layak bagi ana menukilkan isi hati di sini..tapi, selayaknya bagi ana, bukan dengan mudah menyimpan perasaan terhadap akhi tetapi menjaga benteng hati agar ia tercipta buat insan yang sudah diijabi. Insan yang akan memegang tangan ana sebagai seorang suami.

Akhi,
Ana tidak sempurna..tapi, ana yang hina dan dhaif ini mengharapkan kemaafan dari akhi atas kehadiran warkah ini sekali lagi dan jua atas kejujuran ana menyatakan perasaan yang mungkin sebagai ujian ALLAH buat ana agar berhati – hati kala melangkah keluar.

Ana berharap dan mendoakan agar akhi akan bertemu insan yang layaknya ibarat bidadari dunia yang menyempurnakan diri akhi. Cukuplah ana kagumi keperibadian akhi dalam hati. Setelah hampir setahun perasaan ini disimpan dalam hati, selama itu jua hati ana tidak tenang kerna tidak jujur berterus terang. Kini, kekuatan pinjaman ALLAH sekalipun dari bicara pena, mampu meluahkan segala.

Akhi,
Ana telah bersedia andai saat ini, akhi merasakan ana adalah insan yang paling rendah akhlaqnya. Insan yang hilang perasaan malunya. Insan yang mungkin ibarat perigi mencari timba. Insan yang memalukan atas luahan tidak bermakna ini. Namun, demi ALLAH..setelah berakhirnya warkah ini dibaca, insyaALLAH, diharapkan perasaan ini disimpan dalam kenangan sekiranya tidak mahu jua padam.

Ana teringat satu hadis;
Seseorang yang menyimpan perasaan cinta dan memendamnya dengan menjaga kehormatan dirinya sehingga ajal menemukannya, dia dikira syahid.
Syahid dalam perasaan yang dipendam dalam.
Adakah ana dikalangan insan yang bakal syahid itu?
Wallahu’alam bisshawab.

Akhi,
Salam sejahtera dari ana sebagai ucapan perpisahan terakhir. Semoga warkah ini adalah yang pertama dan terakhir dari ana sebagai akhwat yang asing terhadap ikhwah yang juga asing. Semoga rahmat ALLAH melimpah terhadap kehidupan akhi sekeluarga. Dan…semoga ALLAH mengampuni dosa ana dalam kebenaran perasaan yang mungkin tidak diredhaiNYA.
Sekian, wassalamu’alaikum warahmatullahi wamaghfiratuhu wabarakatuh..
Yang Jauh,
Permata Hina

“Semoga CINTA ALLAH mengiringi sentiasa hidupmu sebelum CINTA INSANI.”

Alhamdulillah..Kulipat semula warkah itu. Benarkah apa yang kubaca sebentar tadi? Lidahku kelu. Keikhlasan hatinya membuatkan hatiku rawan. Terharu. Ya Allah…kejujuran insan yang tidak pernah kukenal ini, tidak membenarkan sangkaan yang buruk dariku buatnya..tidak sesekali, dia mungkin bukan sebarangan akhwat yang punya perasaan malu yang tinggi. Malahan, mungkin seorang akhwat yang tinggi budi pekerti! Serasa kerdilnya diri kerna telah membuatkan seorang akhowat ajnabi jatuh hati. Siapakah insan ini? Luahannya membuatkan diriku ingin sekali mengenal empunya diri. Astaghfirullah…

‘Ya Allah..andai niatku yang satu ini tidak dalam redhaMu, jauhkanlah aku dari mengenalnya..namun, andai tidak mengundang murkaMu..permudahkanlah untukku mengenal walau sekali seumur hidupku sahaja peluang kurniaanMu..amin.’ hatiku berdoa.

‘Dia mungkin bukan sebarangan permata..dan bukan semestinya permata hina!’ desisku dalam hati. Nekad mencari jawapan persoalan..!





*******************

“Qim…!” terdengar teriakan seseorang. Aku yang sedang leka menulis pengisian bagi tugasan mengenai Pernikahan di bilik segera menoleh kearah punca suara. Kelihatan Zafuan, teman sebilikku sedang mengah dimuka pintu. ‘Mungkin baru lepas habis kuliah agaknya.’ Aku mencipta andaian.

“Ada apa ni Zafuan? Kelam kabut je ana tengok…” ucapku menghadiahkan secalit senyuman. Senyuman antara insan yang bersaudara mampu membawa kepada tautan hati yang berkekalan. Senyuman yang menyenangkan seorang teman dan senyuman juga mampu membawa pergi kedukaan dan yang pasti senyuman adalah satu sedekah yang amatlah ringan..!

“Hm..macam ni Qim, esok petang Jumaat macam biasalah..student ramai yang balik rumah. Jadi, aku nak pinjam motor kau petang esok boleh? Lagipun kau tak pergi mana-mana kan?” Zafuan meluahkan hajatnya.

“Tak..memang ana tak keluar hujung minggu ni sebab aktiviti di dalam kampus aje. Enta nak pinjam, nak pergi mana?” soalku.

“Hm…hantar Ainina pulang. Tiket bas dah habis, jadi sebagai pakwe dia, aku kenalah bantu hantar dia sampai rumah..barulah gentle” sengih Zafuan berterus terang.,

“Lagipun aku tak sedap hatilah kalau dia balik seorang. Hati aku tak tenang tak nampak dia pulang dengan selamat depan mata,”sambungnya lagi.

‘Gentle? Kalaulah dalam perjalanan Allah tarik nyawa mereka berdua..di SANA nanti, takkan nak jawab sebab bawa insan bukan mahram pulang adalah nak jadi GENTLE? Tanggungjawab sebagai PAKWE atau KEKASIH HATI? tapi kenapa bukan sebagai SUAMI…?’monologku tak terluahkan.

“Tak boleh naik bas lompat-lompat ke? Lagipun, kalau enta sayang dia, jangan pergi dengan dia..lebih baik mahram dia atau kawan perempuan dia aje hantar dia atau balik sama.” aku memberi cadangan.

“Alah..kau ni. Itu bukan sayang namanya kalau aku suruh balik sendiri. Kalau jadi apa – apa nanti macam mana? Dia tu perempuan. Bahaya balik sorang. Kau mana pernah bercinta, bukan tahu pun soal macam ni. Takpelah kalau tak nak bagi pinjam cakap ajelah, tak payah nak banyak bunyi pula,”balas Zafuan geram dan terus berlalu pergi.

‘Eh? Aku cakap cara baik macam tu pun dikira berbunyi juga ke? Memang takku nafikan bahaya seorang wanita bersendirian tapi sekurang-kurangnya dia lebih rela berdikari untuk pulang ke rumah dari pulang bersama insan yang belum comfirm jadi suami..!

Astaghfirullahal ‘adzim..Ya Allah..sekalipun tidak pernah Kau beri kesempatan untukku menyintai insan yang belum sah sebagai penyeri, tapi sekurang-kurangnya aku masih dapat lari dari dekati dosa zina.Ya Allah, berilah petunjuk pada temanku yang satu ini.’

Alhamdulillah…selesai juga tugasan ni. Aku merebahkan tubuh di atas katil empukku. Berehat sebentar sebelum masuk waktu Zohor. Teringat kembali kata – kata pedas Zafuan tadi. Benar, aku tidak pernah bercinta..jauh sekali punya masa mengenali seorang akhwat. Tapi, jauh di dasar hati, fitrah manusia yang turut jua ingin merasa dicintai dan dikasihi. Menyintai dan menyayangi! Namun, yang aku inginkan adalah cinta yang didasari atas nama dan kerna Yang ESA. Bukan kerna nafsu yang tak pernah puas.

‘Nah! Sekarang pun mencari wanita yang terlalu mahal harga dirinya jua semakin payah. Mudah sungguh hati dan diri diberi. Bagaimanakah nasib anak – anakku nanti jika fikrah seorang ibu yang kupilih sebagai teman hidup tidak indah seindah agama Islam? Mungkin aku kolot tetapi yang kucari bukanlah wanita yang moden, indah di mata semua yang memandang tapi keindahan agama yang dipegang menambah seri dan semestinya hanya dialah insan yang menyejukkan pandanganku dengan terhijabnya aurat yang sangat indah hanya buat tatapanku. Siapakah permata yang mahal itu?’ aku bermonolog sendirian. Tiba – tiba aku teringat pada insan yang menghantarkan surat padaku sebelum ini..siapakah insan itu?
Aku hampir lupa untuk bertanyakan perihal akhwat yang satu itu pada Rauf tadi.





*******************

Tuuttt…tutt…!
Kedengaran nada pesanan ringkas berbunyi dari handphoneku.
1 message received..

Assalamu’alaikum..pada semua ahli ikhwah dan akhwat Jawatankuasa Pusat Islam, halaqoh bersama Ustaz Farith Al-Azhar akan diadakan di Pekarangan Masjid Negara pada esok petang pada pukul 2.30 petang. Diharapkan kehadiran kalian akan menyemarakkan lagi semangat dakwah kerna Allah.Allahu ghooyatuna!!! ~Pengerusi JPI
‘InsyaAllah..aku akan hadirkan diri. Lagipun ada barang keperluan yang perlu dibeli esok di luar.’

Keesokannya..tepat pukul 2.30 usrah yang dikendalikan oleh Ustaz Farith Al-Azhar pun bermula. Para ikhwah dan akhwat telah dilatih dan diperingatkan agar sentiasa menjaga masa dan tidak lewat pada setiap aktiviti yang dihadiri. Tidak lupa juga pada ‘senjata’ seorang muslim, iaitu jam tangan, pena dan kertas. Agar setiap ilmu yang dicatat tidak hanya lekat pada memory di minda sahaja tetapi pada lembaran yang mampu membawa kepada respon tingkah laku yang positif..insyaAllah! Setiap ilmu tidak bermakna andai tak diaplikasikan dalam kehidupan walaupun sedikit.

“Seorang muslim yang baik, tidak akan membuang masanya hatta satu saat sekalipun melainkan setiap masa diisi dengan perkara yang bermunafaat.”kata – kata Ustaz Imran terngiang kembali di ruang fikiran.

Memandangkan usrah ini melibatkan semua ahli Jawatankuasa Pusat Islam, ahli – ahli ikhwah telah ditempatkan di barisan hadapan sementara ahli – ahli akhwat ditempatkan di balik tirai yang memisahkan pandangan dan kedudukan antara ikhwah dan akhwat.

“Alhamdulillah…syukur pada Allah Azza wa Jalla atas kesempatan dan rahmatNYA, kita dapat berkumpul dalam usrah ini. Hari ini, insyaAllah..ana ingin berbicara tentang bagaimana bercinta seperti yang saranan Islam buat umat Islam. Terutama cinta yang melibatkan sesama bukan mahram yakni belum diijabah.” Ujar Ustaz Farith memulakan bicara. Raut wajahnya yang sudah dimamah usia kelihatan bersahaja dan tenang.

Ustaz Farith adalah salah seorang individu yang telah berusaha sehabisnya dalam menegakkan kedudukan Jawatankuasa Pusat Islam di sini. Menanam benih Islam pada setiap tanah yang didiami. Memupuk dan menyemai ilmu kalamullah dalam setiap sisi kehidupan insani. Menjadikan Rasulullah sebagai qudwah hasanah dalam tiap tingkah yang hakiki. Dalam diam, aku mengagumi keperibadiaannya. Mampukah aku menjadi muslim yang hebat seperti kekasihNYA itu?

“Sebelum itu, yang paling UTAMA sekali adalah mencari cinta Sang Khaliq..kerna bermula dari cintaNYA,maka berkasih sayanglah sesama makhluk ciptaanNYA terutama manusia yang fitrahnya lelaki melengkapi wanita dan wanita menyempurnakan lelaki. Bagaimana mencari cinta ILAHI? Dengan memimpin diri menjadi hamba yang bertaqwa yakni melaksanakan segala perintah dan meninggalkan larangannya. Mencintai Rasulullah, kedua ibu bapa, saudara..dan lain – lain tapi yang kian dicari kebanyakan manusia sekarang adalah cinta sebelum nikah atau selepas nikah? Yang diredhai Allah atau dilaknatNYA? ” sambung Ustaz Farith. Bicaranya penuh makna. Seorang da’ie atau pendakwah memerlukan satu strategi yang bijak agar setiap perkongsian ilmu mampu menjadi renungan qalbi. Penyebaran dakwah dapat dijadikan sebagai salah satu langkah dalam menyatukan ummah terutama ummah yang mengaku keESAan ALLAH. Peringatan dan nasihat disemai dalam kesabaran dan kebenaran.

‘Sejak akhir – akhir ni, topik cinta aje yang aku dengar. Macam tahu aje aku ni teringin memiliki hati seorang akhwat dari rusukku sendiri..’ senyumku memberi respon spontan pada tiap butir bicara Ustaz Farith. Maluku sendiri. ‘Harap – harap senyumku tak mengundang mata insani yang mungkin mengandaikan yang tidak – tidak tentangku.’ Monologku sendiri sambil tunduk memandang lantai yang berhamparkan permaidani yang menempatkan ruang solat di Pusat Islam ini.

‘Semestinya yang kuinginkan adalah cinta yang diredhaiNYA dan semestinya cinta yang diredhai itu apabila telah adanya ikatan yang sah antara dua hati yang bersatu kernaNYA.’ku berharap dalam diam.

“Bercinta itu tidak salah. Islam tidak sesekali menghalang manusia dari bercinta. Malahan menggalakkan perasaan cinta dan kasih sayang sesama manusia, cuma atas dasar apa cinta itu terbina? Kerna Allah seperti yang ana maksudkan awal bicara tadi atau kerna nafsu semata yang pantang melihat kelebihan seseorang yang berlawanan jantina? Hari ini, masih ramai yang couple..walaupun istilahnya atau niatnya konon kerna Allah tapi jalannya tidak mengikut syara’,malah saban hari selalu leka dan lalai antara satu sama lain lantaran cinta atas nama Tuhan itu telah terpesong dan secara tak langsung insan yang dicintai lebih diagungkan dari Pencipta Cinta itu sendiri. ” dalam diam aku mengiyakan kata-kata ustaz Farith itu apabila teringatkan kisah semalam. Sungguh, jika benar Zafuan mengasihi kekasihnya, confirm dia takkan biarkan diri sendiri dan Ainina dapat dosa free sebab naik motor bersama sekalipun sebab nak hantar pulang ke rumah…! Perkara yang kecil tapi dosanya mampu membukit menjadi dosa besar jika dijadikan sebagai amalan harian biasa! Astaghfirullahal adzim…aku perlu bantu tarbiyah diri agar dapat memberi yang terbaik kepadanya agar mengerti hakikat ‘sayang’ yang sebenar.

“Sebelum tu ana nak bertanya pada yang hadir hari ini terutama pada ikhwah, berapa ramai yang berada di sini dah berpunya? Berpunya tetapi belum berkahwin? ” soal ustaz tiba – tiba. Masing – masing yang memang dah ada couple hanya mampu menunduk tanda malu dengan pertanyaan ustaz yang juga tak aku jangka.

“Muntaqim? Enta takde? ” berderau darahku saat namaku disebut.

“Alhamdulillah..ustaz, ana tak pernah lagi bercinta.” balasku yakin sekalipun terasa janggal apabila perhatian para ikhwah sudah beralih pada diriku. ‘Gugup sebenarnya.’

“Hm..baiklah. Ana faham sememangnya dunia akhir zaman ni tidak dapat lari dari fitrah manusiawi. Bercinta adalah lumrah. Memang ramai dari antum yang tak kurang jua mengamalkan budaya couple ni. Tapi perlu diingatkan, setiap perhubungan dicipta bukan untuk sementara..malah, ciptalah 1 pemikiran untuk mengakhiri perhubungan dengan ikatan. Hubungan yang bertahun lama sekalipun, andai tidak diakhiri dengan pernikahan, maka ia akan hancur kerna tidak terjaga dari noda dosa. Mustahil bagi seorang lelaki yang mengaku mencintai seorang perempuan tetapi dengan berani hanyut bersamanya. Sayangkah nama tu? Cinta? Ingat! Percintaan yang berlaku antara seorang insan ajnabi dengan seorang yang berlainan jantina yang mana keduanya sah jika menikah adalah HARAM. Kenapa? Kerna sehingga ke hari ini masih kurang bilangan insan yang berani meminta ‘cinta’ insan pilihan seperti berjumpa dengan berhikmah pada kedua orang tua empunya diri yang mana lebih menjaga kesucian hati. Tapi, bukan juga salah pada mereka ini sebab ibu bapa juga kurang ilmu tentang HARAMnya bercinta atau berduaan sekalipun memegang title tunang. Terang – terang apabila seorang ikhwah yang perlu berjumpa dengan seorang akhwat sekalipun atas urusan ilmiah dan bermanfaat, perlu juga dijaga batasnya apatah lagi yang punya perasaan terhadap satu sama lain. Lagi hebat dugaan terutama dalam memelihara kesucian hati dan kehormatan diri! Ini khususnya pada kaum adam..buat para ikhwah. Pemimpin pada pemimpin inilah yang perlu menjaga dan membimbing perempuannya dan bukan dengan mudah menjadi hamba nafsu. Lemah dan lebih lemah dari wanita yang sedia lemah.” terang ustaz lebar. Suasana yang senyap ditambah dengan jelasnya bicara ustaz merangsang perhatian yang lebih hari itu.

“Dr Yusof Qardhawi pernah berkata bahwa Cinta akan mencari manusia. Tetapi manusia jangan mencari cinta. Kerna Rasulullah sendiri bercinta setelah akad nikah yang mana kesucian hati dan kehormatan diri akan lebih terjaga dengan ikatan yang lebih baik dan diredhai Allah. Maka? Dapatlah generasi baitul muslim yang sebenar berkembang biak..melahirkan zuriat warisan yang soleh solehah.Firman Allah ta’ala dalam surah Ar-Rum ayat 21, ‘ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isetri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir’.” bicara terakhir Ustaz Farith itu bermain di ruang mindaku sepanjang perjalanan pulang ke kampus.

Memang Allah ciptakan seorang insan yang ‘kena’ dan ‘ngam’ dengan insan yang lain dari jenis sesamanya. Lagian, lelaki yang soleh buat wanita yang juga solehah. Aku pasti itu janji Allah yang MAHA ADIL.
Kereta yang meluncur laju dibawa Khafid tidak terasa sudah jauh meninggalkan masjid negara.

“Sekarang dah tak jauh dari kampus ni. Antum nak singgah makan di mana-mana tak?” Khafid bersuara memecahkan kesunyian antara aku, Rauf yang duduk di sebelah Khafid dan Tawwab di sebelahku.

“Hm..baru terasa lapar perut ana,” sengih Tawwab sambil memegang perutnya.

“Ha..apa kata kita berhenti makan di Restoran Citarasa Semua di simpang depan sana? Ana dengar masakannya sedap dan kebersihannya terjamin. Lagipun ana pernah pergi beberapa kali sebelum ni,” cadang Rauf sambil menunjukkan arah yang dimaksudkan. Tak lupa juga memberi asbab cadangannya itu.

“Boleh juga,” sahut mereka.

“Hm..selepas makan,boleh berhentikan ana di kedai Al-Amin? Ada barang yang perlu dicari.”balasku setelah agak lama mendiamkan diri.

“Ok,”





*******************

Setelah membuat pembayaran, aku terlihat seseorang akhwat yang sedang berjalan seorang diri di seberang jalan telah didatangi seorang lelaki. ‘Mungkin mahramnya’dugaku dalam hati. ‘Lebih baik aku abaikan.’

Tapi kelihatannya, kehadiran lelaki itu seperti membuatkan akhwat itu tidak selesa. Gaya lelaki itu juga tidak seperti orang yang dekat dan dikenali oleh si akhwat. Hm..baik aku cuba siasat dulu, lagipun hanya mereka berdua aje di situ. Aku menyeberangi laluan di hadapan dan berpura – pura lalu di sebelah akhwat tersebutdan berhenti tidak jauh darinya sambil menghantar mesej pada Khafid mengatakan bahawa dalam 5 minit lagi aku akan menyusul.

“Please..Durrah, saya perlukan sedikit ruang dan kesempatan tuk mengenali awak lebih dekat..” ujar lelaki itu menghalang laluan perempuan yang berjubah dan berhijab labuh berwarna hitam itu.

“Maaf, demi Allah..saya tak dapat memberi kesempatan itu. Dalam Islam, cara yang terbaik adalah berjumpa dengan si wali sekalipun niat seorang lelaki itu hanya ingin mengenali atau pun berkawan dengan anak perempuannya. Lagipun, adalah lebih baik awak mengenali sesama insan sejantina yang soleh. Itu lebih baik. Hati awak pun akan lebih terjaga. Jadi, demi Allah..janganlah awak buang masa yang sia-sia ini dengan ikut keinginan nafsu yang tidak diredhaiNYA. Cukuplah..percayalah pada Allah, kelak awak akan temui insan solehah yang tercipta dari rusuk awak sendiri. Dan..”

“Please Durrah..andai kata saya perlu berjumpa dengan ibu dan ayah awak, saya sanggup, tapi saya perlu tahu dari awak sendiri. Adakah awak sudah dimiliki? Maksud saya..hati awak..” lelaki itu memintas kata – kata wanita yang dipanggil Durrah itu. Tangannya seakan cuba menggapai tangan insan dihadapannya. ‘Tak boleh jadi ni, lelaki ni macam nak pegang tangan akhwat tu. Lebih baik aku bertindak sesuatu.’ Memerhati dari jarak yang tidak kurang jauh mampu membuatkan aku mendengar hampir jelas tiap butir bicara yang berlaku.

“Assalamu’alaikum..maaf, awak ni siapa? Saya adalah bakal suaminya.” tanpa berfikir panjang, aku telah pun memberanikan diri mengaku sebagai bakal suami akhwat tersebut memandangkan aku ingin menyelamatkan akhwat tersebut daripada fitnah dan masalah hati yang mungkin akan bertambah parah.

Kelihatan akhwat yang bernama Durrah itu seakan terkejut dengan kemunculan aku yang tidak dikenali. “Wa’alaikumsalam…err..saya kawan dia. Ada hal sedikit tentang projek akhir.” balas lelaki itu. Menipu sekalipun aku tahu kebenaran dari kata – katanya sedari awal tadi.

“Okaylah..saya dah lewat ni, maaf menggangu Durrah, assalamu’alaikum.” Sambungnya lagi sebelum berlalu. Dari parasnya kutahu dia seakan kecewa dengan kehadiranku. Malahan, mendengar pengakuanku sebagai ‘bakal’ suami wanita yang didambakan adalah ibarat satu patukan yang sangat berbisa dan mungkin teramat payah untuk sembuh. Dugaku.

‘Lebih baik dia kecewa sekarang. Agar akan datang, dia akan tahu cara yang lebih baik mendekati wanita adalah dengan cara yang membuatkan ia selesa terutama wanita – wanita yang kebiasaannya didekati dengan cara yang terjaga.’

“Maaf, awak ni siapa? Berani sungguh mengaku sebagai bakal suami saya,” Durrah bersuara sebaik lelaki itu pergi. Tegas. Barangkali tidak selesa dengan apa yang aku lakukan. Akhwat itu kelihatan menunduk. Mungkin meminta pengertian atas tindakanku yang seakan tidak kena dan diminta.

‘Wanita itu kulihat sedari awal kehadiran lelaki itu, masih tetap menunduk. Benar – benar menjaga pandangannya dari mudah melihat seorang ajnabi tanpa sebab yang munasabah.’ kagumku dalam diam.

“Maaf jika tindakan saya tadi tidak kena tapi memandangkan saya telah pun tidak sengaja melihat dan mendengar apa yang berlaku tadi, adalah sebaiknya saya membantu awak agar fitnah dapat dielakkan dan sebaiknya bagi seorang wanita seperti awak, berjalan dengan mahram adalah lebih baik dari bersendirian macam ni. Senang lelaki kacau dan buat jahat terhadap awak.” Aku memohon maaf dan mengingatkan padanya agar berhati – hati sekalipun keluar di siang hari bersendirian. Aku juga tidak berupaya memandang ke wajahnya kerna adalah pertama kali aku berhadapan situasi begini. Menyelamatkan keadaan seorang akhwat yang diganggu..! Lagipun, tidak pernah ada keupayaan diriku melihat akhwat secara berdepan. Lebih baik kujaga pandanganku. Jadi aku lebih memilih untuk mencari kelibat kereta yang diparkir oleh Khafid yang sedang menantiku sambil menjawab pertanyaannya.

“Jazakallah…insyaAllah saya akan berhati – hati selepas ini, saya pergi dulu. Assalamu’alaikum” ujar wanita itu meminta diri. Tergesa – gesa lagaknya. ‘Mungkin segan.’ desisku. ‘Allah jua tahu betapa malunya diri ini saat berhadapan dengan insan bukan mahramku.’

Sebelum sempat aku melangkah, aku terlihat sekeping kertas yang hampir kupijak di tempat berdirinya wanita yang bernama Durrah itu tadi. Seakan sajak yang dinukilkan oleh tulisan tangan seseorang. Sekilas ku memandang nama insan yang menukilnya, Permata Hina.

Macam kenal nama samaran ni, tapi di mana eh? Subhanallah! Diakah insan sama yang menuliskan warkah maaf padaku? Diakah insan yang ingin kukenali itu? Aku melihat kesekeliling mencari kelibat wanita berjubah tadi.
Hilang...!





*******************

Lelaki..untukku!
Lelakiku..
Kunantikan akn hadirmu..
Suatu hari nanti..
Ku beranikan diri meminta padaMu..tidak dlm paksaan ku..
Hanya dlm doa yg ditemani harapan..

Ya Allah,
Tidak ku pinta sesempurna seorang nakhoda dlm bahtera hidupku yg kian jauh berlayar dan menanti tuk berhenti di persimpangan yg tak ku ketahui..

Ya Allah,
Kupinta dariMu..
Cinta seorang lelaki yg..

Kerna cintaMu dia mengasihiku..
Kerna kasihMu dia menyayangiku..
KernaMu cintanya buatku..

Ya Allah,
Kupinta akan hatiku..
Tertutup buat cinta seorang lelaki ajnabi..
Selagi tidak Kau temukan cinta seorang lelaki yg HALAL bagiku..

Ya Allah,
Ku inginkan cinta seorang lelaki yg..
Melindungi diriku dengan menjauhkan tubuhnya dari ku..kerna takut akan laknatMu..
Mencintaiku kernaMu, agamaMu yg kuanuti..
Tidak sekalipun membiarkan nafsu mengulit jiwanya buat ku..buat diriku kerna kesucian cintanya padaku kernaMu..
Menutup kekurangan diriku dengan kelebihannya dan kelebihanku yang dapat menutup kekurangannya..

Ya Allah,
Temukan denganku..
Insan yang mencintai hatiku..
Hatiku yang kukuh meyakiniMu dan agamaMu..
Hatiku yang teguh berpegang pada kekasihMu dan kalamMu..

Bukan..
Cintanya buatku kerna..
Keadaan diriku yang menarik perhatiaannya..
Kecantikanku yang fana..
Fizikalku yang sementara..
Yang diyakininya bahawa aku adalah wanita penghias hidupnya dan bukan penghias biasa yg menjadi santapan fitnah yg mendekati..
Di luar sana..

Ya Allah,
Yakinkan diriku..
Jika dia yg Kau temukan denganku..
Adalah untukku..
Adalah imam ibadahku..
Adalah nakhoda bahtera hidupku..
Adalah pemimpin diriku..
Adalah ketua segalanya..
Yang terletak di telapak kakinya syurga untukku..

Kekalkan cintanya buatku..
Teguhkan cintaku buatnya..
Jauhkan diriku dengannya selama di dunia selagi aku bukan yang HALAL baginya..
Dan..

Ya Allah,
Dekatkan dirinya dengan diriku..
Di dunia dgn gelaran pasangan binaan Sunnah kekasihMu..
Di akhirat sebagai peneman yang kekal abadi..
Ya Allah,
Kekalkan kemanisan cintaMu..
Buat kami..
Buat seluruh hambaMu yg mengasihiMu..mencintaiMu tanpa henti..
Amin Ya Rabbal A’lamin.


~ Sesungguhnya adakah insan yang sedar permata hina ini di balik dedebu dunia fana?
Sanggup memandang permata hina ini? Ku kan terus menanti..dimiliki kerna ILAHI.

Senandungku,
Permata Hina
19 Rejab 1429
Bumi Allah.

Cukup bermakna sajak ini. Mungkin inilah yang didambakan seorang wanita solehah sepertinya. Mungkin. Seperti aku yang mencari permata yang indah. Indah pada pandanganku sahaja. Astaghfirullah..berdosakah aku membacanya tanpa izin? Bagaimanakah cara terbaik untukku pulangkan sajak ini?

Ha..! Rauf kan ada, sebelum ni pasti ada yang sampaikan surat Durrah pada dia, dan semestinya dialah yang lebih tahu siapa dan bagaimana Durrah ni. Mungkin dapat aku tahu dia belajar di mana, dan mungkinkah dia insan yang sama menghantarkan surat padaku? Musykil. ‘Kenapalah aku tak terfikir sebelum ni? ’keluhku dalam hati. Jalan penyelesaian kepada persoalan semakin menemui titik noktah!





*******************

”Maaf Qim...rahsia ni ana perlu simpan. Salah satu amanah yang perlu ana pegang kemas. Ana hanya layak menyampaikan warkah tu aje tanpa menceritakan siapa yang menyerahkan pada ana dan tentang penulisnya” jujur Rauf setelah aku muntahkan persoalan kelmarin. Persoalan yang merangsang daya inkuiriku untuk tahu. Aku memandang segenap sudut Pusat Islam.

Disinilah bermulanya perjuangan Islam, disini jugalah bermulanya pertemuan di antara hati – hati yang inginkan tarbiyah dan mendamba perjuangan di jalan Allah. Bermula pelbagai aktiviti seperti halaqoh dan usrah. Tidak ketinggalan jua ta’lim. Fikirku. Hatiku galak memuji Allah atas keajaiban yang berlaku disini. Kubiarkan kata – kata Rauf tak berbalas sesaat.

”Tapi, ana perlu tahu. Sebab ana perlu pulangkan sesuatu pada akhwat tu. Dan mungkin ana perlu diberitahu agar ana tak salah meneka seseorang yang menulis surat pada ana.” balasku. Mula memandang ke arahnya. Kutatap dalam matanya. Berharap, agar Rauf memberi sedikit ruang untukku kenal dan tahu siapa empunya diri yang bernama Durrah itu.

”Hmm....insyaAllah, ana akan tanya dulu pada akhwat yang jadi orang tengah dalam soal ni,”akhirnya Rauf memberi kata putus. Mungkin sekadar untuk menyenangkan hatiku. Pertemuan petang itu di Pusat Islam usai setelah Rauf berjanji untuk memaklumkan tentang hal ini padaku secepat mungkin.

Kini, aku bersendirian di rumah Allah atau Pusat Islam. Bertafakur sejenak. Akalku kini terbang lagi membawa kepada fikiran yang jauh. Ibarat layang – layang yang tidak bertali. Perlu kukawal dengan hati agar tidak tercemar dengan nafsu syaitani. Benar aku masih memikirkan insan itu... Kerna sesuatu yang dihulurkan. Kemaafan yang dipinta. Membawa dekatnya hati dan diri tuk mengenali. Apakah menyatakan rahsia hati itu satu dosa? Dosakah aku perlakukan sekarang ini?

Ya Allah...ampuni dosaku. Hati dan fikiranku kini telah memberi sedikit ruang memikirkan tentang akhwat itu. Memikirkan adakah ini jalan dan kesempatan dariMu untukku? Pertama kalinya diri ini bersedia untuk mencari insan dari rusuk kiriku sendiri. Inginku bina baitul muslim tapi terlalu awalkah kehendak hati? Berilah petunjuk padaku agar tidak aku tersasar berfikir sejauh ini. Senekad ini.’





*******************

”Hilwa, nampak tak sajak ana?” suara seorang wanita memecah kesunyian pagi itu. Wanita yang bernama Hilwa itu kelihatan sedang bersiap untuk ke kelas. Di balik cermin almari, dia melihat sahabat yang dikasihi masih tidak bersiap lagi malahan sedang terkial – kial mencari sesuatu di tiap celahan buku – bukunya.

”Sajak yang mana satu Durrah? Yang tajuknya lelaki..tu ke? Oh ya,enti ada beritahu sebelum ni nak hantar sajak tu pada editor Majalah Tuntas Iman kan? Enti tak buat salinan ke sebelum hantar? ” balas Hilwa sambil membetulkan kelepet tudung labuhnya yang berwarna biru tua.
Tudung labuh biru tua yang dipadankan bersama jubah yang juga berwarna biru tua. Sesuai sekalipun warnanya tidak terlalu menarik.

”Ha’ah. Sajak yang itulah, hari tu ana nak hantar sajak tu tapi dalam perjalanan, ada masalah pula, terus ana lupa nak hantar dan terus balik bilik.” Durrah berhenti mencari dan melabuhkan punggung di katilnya yang berdekatan meja belajar. Riak wajahnya menggambarkan kerisauan. Tangannya menggaru kepala yang tidak gatal. Hilang idea di mana sajak yang dinukilkan minggu lepas itu disimpan. Tiap celahan buku disemak. Tiada! Biliknya yang berada di tingkat 2, Blok Aspuri Rabi’atul Adawiyah terletak tidak jauh di bahagian timur Pusat Islam itu seakan sudah puas diterokai..!

”Masalah? Masalah apa? Cuba enti ingat balik kat mana enti letak..” soal Hilwa sambil memberi pandangan. Dia turut mengambil tempat di sisiku.

”Masalah kecil aje. Hm..tapi peliklah. Ana ada bawa balik tak silap ana. Ataupun mungkin tercicir?” balasku. ’Baik aku rahsiakan aje peristiwa yang memalukan itu. Harap – harap Zack takkan berani lagi berjumpa dan mengekoriku. Syukran jaziilan akhi..’ aku lebih memilih tuk tidak menceritakan hal yang sebenar kepada Hilwa agar tidak membawa kepada fitnah diri. Entah siapakah gerangan yang menyelamatkan aku tempoh hari. Suaranya seakanku kenal tapi sayangnya aku masih tidak tahu siapakah insan berhati kudus itu kerna pandanganku tidak langsung memamah parasnya sedari kehadiran Zack lagi.

Tiba – tiba handphone Hilwa yang berjenama Sony Ericsson berbunyi, tanda pesanan ringkas masuk.

”Hm..okeylah. Durrah. Ana dah lewat ni, enti cuba cari balik lepas kuliah nanti ok? Sekarang pergilah bersiap. Dah pukul berapa ni?” Hilwa bergegas bangkit dan mengambil beg kuliahnya sebelum menghadiahkan senyuman yang manis dan memberi salam setelah membaca mesej yang diterimanya. ’Mungkin Jamilah dah pun lama menanti di bawah.’tekaku.

’Hilwa..kalaulah enti tahu apa yang berlaku.’ Aku melihat kelibat Hilwa yang kian menjauh sebelum bersiap. ’Harap – harap tak lewat pagi ni.’ Aku mengambil sehelai jubah berwarna merah hati yang agak lusuh warnanya dipadankan dengan tudung labuh seperti biasa. Hitam. Hanya itulah warna yang paling cantik kini dimataku. Cukuplah aku tidak menarik perhatian insan di luar sana dengan pelbagai warna yang dimainkan.





*******************

”Assalamu’alaikum...ummi, apa khabar? Sihat? ”

”Wa’alaikumsalam..alhamdulillah ummi sihat aje kat sini. Qim? Study macam mana? Ok? Oh ya, Qim dah fikirkan apa yang ummi beritahu minggu lepas? Hajat ummi sebelum ummi tak sempat tengok anak ummi yang bongsu ni berkeluarga.” balas ummi.

Petang tu, niat di hati ingin bertanya khabar. Tetapi, aku hampir lupa pada persoalan yang ummi tinggalkan untukku. Minggu lepas, satu persoalan yang tidak kujangka termuntah jua oleh desakan hati seorang ibu. Malahan, aku tahu wajar seorang ibu memikirkan yang terbaik untukku memandangkan aku hampir habis semester terakhir mengambil Ijazah Sarjana Muda Pengaturcaraan. Dalam usia yang bakal menginjak ke usia 30an, ibu mana yang tidak risau? Oh ummi, hati ini juga turut galau memikirkannya. Penat!

”Hm...ummi, buat masa ni, Qim mohon maaf sebab rasanya Qim perlu cari sendiri pasangan dan insan yang benar-benar terbaik untuk hidup Qim. Peneman yang bukan di sisi sehari dua tapi sampai di akhirat semestinya. Qim suka dengan pilihan ummi tapi hati ni ingin mencari dan memilih sendiri permata yang paling bernilai. Qim tahu mungkin ummi sedih sebab menolak permintaan ummi tuk ada menantu sebaik dan secantik Qaseh tapi maaf, Qim nilai dari sudut lain ummi. Maafkan Qim..” terangku panjang lebar. Beralas kata agar tak mengguris hati ummi. Benar, semua abang dan kakakku telah pun berkeluarga. Semenjak pemergian allahyarham Muhaiminul Islam ataupun abi, ummi bertambah risau dan sentiasa mempersoalkan bila aku akan mengikut jejak langkah abang dan kakak. Mungkin aku satu – satunya anak yang tidak sempat membina baitul muslim di mata abi dan ummi risau andai beliau juga direnggut kesempatan yang entahkan bila akan kunjung tiba.

”Baiklah..ummi tak nak memaksa Qim. Lagipun yang nak bina baitul muslim adalah Qim. Bukan ummi. Cuma ummi berharap yang terbaik pilihan Qim itu dalam golongan insan yang diredhai Allah dan paling penting dapat terima ummi dan ahli keluarga lain seadanya.” setelah agak lama berdiam di hujung talian. Berfikir barangkali. Kudengar tenang nada ummi. ’

Alhamdulillah ummi redha..sesungguhnya redha ibu bapa tersembunyi
redha Ilahi yang turut serta.’ hatiku lega.

”Ummi harap sebelum konvo dan final nanti, adalah seorang insan yang dapat menambat hati anak ummi yang bertuah kat sana nanti.” tambah ummi mengakhiri perbualan kami.

Malam itu, seperti biasa.
Aku berfikir dan menghayati sekali lagi bait lagu Permata yang Dicari.
Entahkan yang keberapa kali.
Permintaan ummi petang tadi tak dapat membuat akalku melupakan dengan mudah. Perihal nukilan Durrah yang lepas, telah pun selamat kuberi pada Rauf. Benar selepas pertemuan Rauf yang ditemani Ustaz ’Aswad dengan insan perantaraan yang tidak kukenali sehingga kini itu, sahlah nukilan itu miliknya.
Durrah..permata..? Adakah itu maknanya? Permata apa?

’Ya Allah..hati ini tertanya – tanya gerangan insan yang masih tidak kukenal itu. ’ keluh hatiku sendiri. Iyalah..Rauf seakan berahsia denganku tentang empunya diri. Berdosakah jika aku sekadar mengenali? Astaghfirullah..mengenal seorang insan ajnabi tanpa niat menikahi mungkin bakal mengundang fitnah diri dan hati.

Truut...truut!

Tiba – tiba handphoneku berbunyi.
Lagu Cahya Selawat berkumandang petanda ada pemanggil yang mencari. Kulihat di skrin, tertera nama Ustaz Halim Az-Zikri. Pelik! Ada hal mustahakkah?

”Assalamu’alaikum...ustaz.”

”Wa’alaikumsalam. Maaf mengganggu enta lewat malam ni. Hm..kaifahal?” dari jauh kudengar suaranya yang tenang. Bertambah pelik apabila ustaz menelefonku pada malam ini hanya ingin bertanya khabar? Ku imbas kembali saat terakhir aku bertemunya. Oh ya, minggu lepas. Itu pun berselisih semasa aku dalam perjalanan ke pejabat pensyarah untuk berjumpa Ustaz Farith Al-Azhar. Ada hal yang memerlukan pandangan Ustaz Halim.

”Alhamdulillah ustaz..ana khair. Ustaz bagaimana? Keluarga? ” balasku.

”Alhamdulillah..macam biasalah. Masih sihat seperti kali terakhir enta lihat ana minggu lepas. Keluarga pun alhamdulillah.. Hm...begini, tujuan ana telefon pun hanya nak bertanya khabar...dan ana nak berjumpa enta esok tengahari di pejabat ana. Ada hal yang ana ingin bincangkan bersama enta.Lagipun hal ni tak sesuai dibincangkan dalam talian,” ustaz menerangkan nawaitu panggilannya malam itu.Ada hal pentingkah ingin dikhabarkan padaku?

”Oh..insyaAllah ustaz. Ana akan hadir.”





*******************

”Nah..ini sajak enti,” Hilwa menyerahkan sekeping kertas berwarna biru kepadaku. Mematikan tingkahku yang sedang leka menyiapkan tugasan terakhir aplikasi multimedia.

”Mana enti jumpa sajak ni?” soalku. Beberapa hari yang lalu, pencarianku seakan menemui jalan buntu. Ku yakinkan diri tersalah tempat menyimpannya tapi...kini? Hilwa telah pun menyerahkan sajak yang teramat berharga itu. Sajak yang menyimpan sebuah hasrat murni yang sekian lama terhampar jauh di dasar hati.
”Ada hamba Allah yang jumpa sajak tu. Ana pun tak tahu di mana tapi Akhi Rauf serahkan pada ana di Pusat Islam usai jemaah Asar.” balas Hilwa sambil membuka tudung yang membalut kepalanya hampir saban hari. ’Hamba Allah mana yang jumpa?’hatiku menyoal sendiri. Aku pasti ia hilang pada hari aku mahu menghantar karyaku ini. Tapi...cicirnya tidak pasti dimana..!

”Macam mana Akhi tahu ana insan yang buat sajak ni? Kan hanya ada nama pena ana aje? Peliklah..” ujarku ragu. Ingin tahu. Hujan yang turun telah lama berhenti. Alunan kalimah suci yang kupasang dari komputer ribaku sedari tadi pun senyap dengan pengakhiran Surah An-Nas.

”Hai..enti ni,ingat tak enti pernah beritahu ana yang sajak enti tu tajuknya..Lelaki untukku kan? Ana pun mana tahu nama samaran enti. Cuma kebetulan Akhi Rauf bagi ana sajak tu dan ana fikir memang itulah sajak enti. Lagipun kalau bukan enti, Akhi Rauf mahu ana tanya akhowat yang lain. Sebab hamba Allah yang jumpa sajak ni nak mohon maaf sebab terlanjur membacanya tanpa izin. Jadi..memang kepunyaan enti kan? Harap enti tak marah atas tindakan ikhwah tersebut.” Hilwa mengingatkanku. Ha? Si pembaca adalah ikhwah?

”Maksud enti,hamba Allah yang enti sebutkan tadi adalah dari kalangan ikhwah?”soalku meminta kepastian. Malulah kalau ikhwah tu kenal ana. Ya Allah..kenapalah aku boleh tak berhati-hati. Sesalku sendiri.

”Hm...ya, memang ikhwah yang terjumpa sajak enti ni,”
Persoalannya siapakah ikhwah tersebut? Hm...aku perlu tahu siapa insan itu.

’Walaupun tak penting?’

Siapa kata tak penting! Kau perlu tahu juga siapa yang baca..siapa tahu jangan-jangan insan yang membacanya adalah insan yang kau harapkan?

’Ah! Tak mungkin dia yang membacanya. Masakan dia ingin membacanya..memandang akhawat juga tidak mahu apatah lagi mahu membaca karya akhawat yang jauh tak penting baginya.’

Kau mana tahu! Mungkin memang dia yang terjumpa nukilan kau tu.Lagipun perantaraan yang menyampaikan nukilan tu juga dari Akhi Rauf..bukankah Akhi Rauf tu juga yang menjadi perantaraan dalam menyampaikan warkahmu buat si dia?

’Hm..mungkin juga. Barangkali.Ah! Fikiran akan bertambah kusut memikirkan yang tak penting. Baik aku lupakan perkara ni.’

Pelbagai persoalan mengasak akal untuk terus memikirkan mengenai peristiwa pagi tadi. Aku membuang pandang ke arah jendela yang bertiraikan langsir berwarna ungu lembut itu. Tingkapnya yang terbuka luas mengalih lensa pandanganku pada suasana di luar. Kubangkit dan terus melabuhkan tanganku di birainya. Kelihatan dari jauh beberapa siswa dan siswi berjalan melewati Pusat Islam. Baru pulang dari kuliah barangkali. Tasik yang jernih dari jauh menarik perhatian dengan pantulan cahaya matahari di dasarnya. Seakan-akan permata yang berkilauan. Indah sungguh ciptaan Allah! Hatiku rawan mengalunkan kalimah syukur. Teringat sepotong ayat dari Kalamullah yang suci.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Ayat 13 dari surah Ar-Rahman ini telah pun terpahat dalam hati.
Mengingatkan diri dan insan-insan yang beriman bahawa Allah itu Maha Pemurah dan semestinya Maha Pengasih terhadap hamba-hambaNYA yang hina lagi dina. Benar! Tiada satu pun nikmatNYA yang mampu kudustai. Malah hatiku walang memikirkan banyaknya khilaf diri hampir setiap hari namun Dia yang Maha Suci masih sudi mengurniakan segala nikmat yang tidak terhitung ini.Alangkah ruginya insan yang tak menyedari dan mensyukuri. Tiba-tiba..mataku menangkap sesusuk tubuh yang baru keluar dari Pusat Islam. Akhi Muntaqim! Pandanganku mengekori gerak tingkahnya menuju ke asrama ikhwah yang terletak di sebelah barat Pusat Islam.Dari jauh jelas kulihat ikhwah tersebut. Kedengaran seseorang menguakkan pintu dan memberi salam sekaligus mematikan pandanganku. ’Astaghfirullah..kenapalah aku boleh leka memandang seorang insan asing sepertinya.’desisku dalam hati sambil berlalu dari jendela.





*******************

Usai kuliah, aku terus mengatur langkah ke pejabat yang menempatkan para pensyarah. Akhirnya kakiku berhenti setelah sampai ke ruangan pejabat. Kelihatan terbahagi kepada dua bahagian yang menempatkan para pensyarah. Di bahagian kiri untuk pensyarah ikhwah dan bahagian kanan buat pensyarah akhawat. Dugaku. Nama Ustaz Halim Az-Zikri kucari dibahagian kiri pejabat. Pejabat Ustaz Halim yang bersebelahan dengan pejabat Ustaz Muhammad Luqman kini berada dihadapanku.

”Assalamu’alaikum..” ujarku sambil mengetuk pintu pejabat Ustaz Halim Az-Zikri. Kedengaran balasan salam dan arahan memintaku untuk masuk.

”Ahlan..ya Muntaqim,”ustaz menyambut huluran tanganku dan mempersilakan duduk di hadapannya. Pejabat yang sederhana ini mampu memuatkan beberapa buah rak buku yang kecil. Semuanya penuh dengan pelbagai kitab terjemahan dan juga kita-kitab yang berkaitan dengan ilmu Fiqh dan Usuluddin. Kelihatan beberapa jilid kitab Riyadhus Salihin yang sudah pudar warnanya tersusun rapi di sudut kanan meja. Ustaz memang cintakan ilmu!

”Hmm...begini. Ana tahu mungkin terlalu awal untuk ana berbincang mengenai hal ini tapi, memandangkan final imtihan semester ini yang bakal berlangsung dalam dua tiga hari lagi, ana rasa tak perlu ditangguhkan lagi. Lagipun ana dapat merasakan enta adalah pilihan yang paling tepat,” ustaz memulakan mukaddimahnya. Mukaddimah yang membuahkan persoalan di mindaku. Pilihan yang tepat? Untuk apa?

”Beginilah..ana faham. Enta mungkin masih tidak dapat tangkap maksud yang ingin ana sampaikan. Hmm...ada sahabat ana, yang merupakan salah seorang tenaga pengajar di salah sebuah Madrasah di Kelantan. Sahabat ana meminta tolong bagi pihaknya untuk mencari insan yang benar-benar mantap ilmu agamanya dan baik fikrahnya bagi anak perempuan tunggalnya. Bukan mudah bagi ana mencari insan yang paling sesuai, tapi ana yakin tetap ada. Mungkin insan itu adalah insan dihadapan ana sekarang. Lagipun setakat ini, calon inilah pilihan utama ana. Jadi ana nak tahu, adakah enta sudah bersedia memegang tanggungjawab yang lebih berat? Tanggungjawab yang dapat menyelesaikan sebahagian urusan agama dan tanggungjawab sebagai ketua keluarga? Bagaimana dengan pandangan enta? Ana tak memaksa, cuma ia adalah peluang yang terbaik buat enta,” penerangan lebar Ustaz Halim agak memeranjatkan. Terjawab sudah persoalan yang takku jangkakan. Ruang untuk membina baitul muslim kini telah terbuka buatku.
Layakkah aku buat anak perempuan sahabat ustaz yang kukagumi ini?

”Err...boleh ana tahu, kenapa ana yang ustaz fikirkan. Bukan sahabat ikhwah yang lain? Akhi Rauf? Tawwab? Bukankah mereka jauh lebih baik dibandingkan dari diri ana ni. Ana bukan mahu menolak cuma ana merasakan tidak layak buat seorang insan yang solehah. Masih banyak kekurangan diri ana yang mungkin tak sesuai dengan akhowat tersebut.” jawapan yang kurasakan tidak begitu kukuh namun, hakikatnya sekalipun hati seakan mahu menerima namun tegal akal mengingatkan diri agar tidak mudah bermimpi di siang hari. Memiliki permata tidaklah mudah malah lebih payah terutamanya diamanahkan untuk menjaganya atas nama Allah yang ESA. Lagian, aku ingin mencari sendiri insan pilihan. Permata pilihan dan idaman. Bukan yang sempurna dikejar, tapi yang benar-benar pilihan hati yang datang dari Tuhan. Naluri kurniaanNYA. Namun, persoalan ini yang ditimbulkan seakan mengerti permintaan hati yang paling dalam.

”Hm...naluri ana mengatakan bahawa enta pilihan yang terbaik. Pilihan ini bukan ana ukur dari segi kehebatan dan kebaikan. Hatta sehebat mana pun, andai tidak mempunyai ilmu yang tinggi dan muwasafat tarbiyah yang mantap, ia seakan tidak membawa makna apa-apa. Jangan dinilai kekurangan kerna manusia semestinya lemah dan Allah jua menghadiahkan kekurangan pada ana. Pada setiap manusia. Ana tak mahu memaksa enta tapi jawapan enta tak begitu kukuh untuk menolak. Bukan mudah mencari wanita solehah saat ini. Lihatlah terlalu sedikit yang benar-benar terjaga. Bunga yang terbaik semestinya buat kumbang yang juga gagah dan kuat untuk memeliharanya. Benar, ikhwah yang lain tidak kurang hebat tapi penilaian dan pemilihan yang ana lakukan bukan atas dasar kehebatan semata. Tapi, mungkin juga peluang dariNYA buat enta. Ana anggap enta macam anak lelaki ana. Soal begini, enta sedia maklum bagaimana dan faktor apa dalam memilih jodoh dari sudut Islam. Rauf juga sedang dalam proses membina baitul muslim dengan seorang akhwat yang juga merupakan pelajar di sini. Begitu juga ikhwah yang lain. Sebahagiannya telah pun berpunya. Hm...ana beri peluang pada enta untuk memikirkan tentang soal ini sebaiknya. Jika enta setuju, insyaAllah proses ta’arufnya nanti diadakan di rumah ana. Andai enta dah mengenali tapi hati tidak berkenan, anggaplah proses ta’aruf itu sebagai salah satu pengalaman dan pembelajaran dalam soal membina baitul muslim ini. Pilihan dan keputusan masih tetap ditangan enta.”

” Ustaz, maaf. Hmm.....sebenarnya hati ana telah pun tertarik pada sekuntum syauqah wardah yang sedang mekar. Walaupun ana tidak pernah mendekatinya dan mengenali sepenuhnya. Ana harapkan ustaz sebagai perantaraannya. Namun, permintaan ustaz yang lebih awal dari permintaan ana ini,jadi ana akan terima permintaan ustaz.”

”Benarkah? Kenapa enta tak maklumkan lebih awal? Mungkin ana kenal dan mampu menolong enta? Siapakah syauqah wardah yang enta maksudkan? Pelajar di sini?”

”Err..yang ana cuma tahu namanya Durrah,”ujarku gugup. Entah kenapa menyebut nama akhowat itu mendatangkan rasa debaran di dada. Sesak! Tapi..nama itulah yang meniti lancar dibibirku sebentar tadi! Benarkah insan ’Permata Hina’ itu adalah insan yang sama bernama Durrah?

”Durrah? Ad-Durratul Jamilah? Pelajar Sarjana Kesusateraan Islam? ” soal Ustaz Halim. Parasnya melahirkan seribu kerutan di dahi tanda cuba mengingati insan yang merupakan salah seorang mahasisiwi di sini. Itukah namanya ustaz? Aku hanya tahu sepotong nama itu. Hanya Durrah. Nama penuhnya dan pelajar dalam bidang apa tidak pernahku ketahui tapi tekaannya tepat barangkali, kerna aku sendiri tidak memaklumkan mawar berduri itu adalah salah sekuntum mawar dari ribuan mawar yang belajar disini. Mawar yang harumnya menarik hati si ’kumbang’ ini.

” Mungkin...”aku tidak yakin. Mungkin ramai insan bernama Durrah di sini.

”Maaf ustaz, ana tak tahu nama dan bidang yang dipelajarinya. Banyak lagi yang ana tak tahu tentangnya. Ana takut akan menimbulkan penyakit hati andai ana bersendirian cuba mengenali dan mendekatinya.”sambungku.

”Jangan risau, insyaAllah ana akan bantu. Lupakan mengenai permintaan ana tadi. Ana akan cuba cari ikhwah yang lain. Tentang hal yang enta maksudkan ni, ana akan bantu enta. Ana sudi jadi perantaraan enta dengan akhowat ini.”

”Benarkah? Jazakallah Ustaz. ’Asif akan permintaan ustaz tadi, ana tak dapat penuhi,”

”Tak mengapa, hal tadi hanya sekadar permintaan dan bukan paksaan. Ana faham,insyaAllah ana akan aturkan sesi ta’aruf dengan Durrah selepas final imtihan berakhir,” kata – kata Ustaz Halim Az-Zikri mengukir sedikit harapan untukku.

Ya Allah...permudahkan bagiku mengenalinya..jika benar dia untukku..berikanlah kekuatan untukku memegang amanahMu sebagai pemimpinnya...dan kurniakan kesempatan untukku menemaninya sepanjang berjuang di bumiMu..kesempatan buatku menjadi peneman yang paling setia dikala suka dukanya..kesempatan bagiku memupuk cintanya buatMu..buat kekasihMu..dan buat agama Hanif ini..Ya Allah, andai dia bukan untukku..permudahkan bagiku mengakhirinya dengan sebaik pengakhiran..pengakhiran yang tak memecahbelakan talian persaudaraan atas nama ISLAM. Permudahkanlah untukku..Ya Rahman..Ya Rahim..





*******************

Perjalanan ke rumah sederhana mewah itu memakan masa selama hampir setengah jam. Alhamdulillah perjalanan menjadi lancar. Hari ini, Allah menjadi saksi atas pertemuan bagi sesi ta’aruf ini. Pertemuan kerna Allah. Pertemuan yang akan memudahkan dua insan untuk saling mengenali. Mengenali untuk menuju keserasian bagi membina baitul muslim yang sejahtera bagi keduanya.

”Ahlan..ya Muntaqim. Alhamdulillah....sampai juga enta ke sini,” Ustaz Halim menyambut kedatanganku. Kelihatan di sebelah Ustaz Halim, seorang lelaki separuh usia yang tampak tenang tampangnya juga menyambut kehadirannya sebentar tadi. Huluran tangan bersambut. Kini barulah kuketahui, insan itu adalah ayahanda Durrah. Ad-Durratul Jamilah binti Muhammad Abrar. Ya..itulah namanya. Permata yang Cantik. Ayahanda Durrah yang juga sebenarnya merupakan sahabat Ustaz Halim yang sebelum ini menyatakan hasratnya untuk meminangkan anak sahabatnya buatku. Subhanallah..ajaibnya langkah takdirMu..ya Allah.

Penerimaan walinya yang mudah mesra itu sedikit sebanyak menghilangkan kegugupanku sedari tadi. Gugup kerna inilah pertama kalinya ruang buatku mengenali seorang akhowat ajnabi. Asing. Bertemankan Ustaz Halim, di bilik serba sederhana bercat hijau muda pucuk pisang itu, sehelai tirai berwarna hijau tua menghijab pandanganku terhadap Durrah di bahagian belakang ruang bilik ini. Dia mungkin ditemani ibunya.

Permulaan yang santai oleh Ustaz Halim membuang rasa janggal yang mengisi ruang bicara antara aku dan Durrah. Menceritakan perihal diri masing – masing, sebelum satu pertanyaan dari Durrah menyusul..

”Akhi, ana ingin tahu..sebab akhi ingin mengenali ana dan atas niat yang baik ini, sebab apakah akhi memilih ana? Sejujurnya, ana tidak mempunyai paras yang cantik, harta jauh sekali..apatah lagi keturunan yang baik..yang ana ada hanya agama. Agamalah kecantikan,harta yang paling berharga yang ana miliki. Hanya agama. Akhi tak menyesal memilih ana? Ana tak mahu diterima hanya kerna warkah yang ana titipkan buat akhi sebelum ini,” nadanya tenang meluahkan persoalan.

”Rasulullah SAW telah bersabda; ”Seorang wanita dikahwini kerana empat perkara; kerana hartanya; kerana kecantikannya; kerna kebaikan akhlaqnya dan kerana agamanya. Pilihlah wanita yang teguh pegangan agamannya, maka engkau peroleh ketenangan.” Ana rasa ukhti tahu hadis ini, pemilihan ana kerana agama yang ada pada ukhti. Andai kecantikan sebagai pilihan, mungkin di kala kecantikan ukhti pudar, kecintaan ana bertambah kurang..andai harta sebagai pilihan,jika tiada lagi harta di dunia..mungkin kasih ana turut jua hilang..lagipun semua itu bukan jaminan bertambah dekat dan cintanya kita pada yang ESA. Kan? Ana bukan memilih ukhti kerna warkah yang ukhti nukilkan buat ana tetapi, mungkin hati ana telah tertarik pada penulisnya tanpa sedar,”kurasakan itulah jawapan yang paling tepat. Andai dia tidak menerimanya, aku redha. Lagian, pertemuan ini akanku jadikan sebagai satu pengalaman seperti yang Ustaz Halim katakan beberapa hari lepas.

Senyap.
Sebelum sempat dia bersuara, aku meminta untuk bertanya sesuatu yang sekian lama kusimpan dan kupendam dalam hati.

”Kenapakah ana juga dipilih sebagai insan yang diyakini ukhti akan agamanya? Sedangkan terlalu ramai jua yang jauh lebih hebat dan mantap agamanya berbanding diri ana yang hina lagi dina ini..”

”Akhi...dalam kehidupan ini,yang tidakkan pasti entahkan sampai bila kan berpanjangan. Ana hanya perlukan seorang insan yang dapat membimbing ana di atas jalan Allah Ta’ala. Insan yang dapat menjadikan ana sebagai sayap kiri dalam perjuangannya..Insan yang menerima ana seadanya dan bukan atas kelebihan ana semata. Ternyata hati ana dan petunjuk Allah menetapkan bahawa akhilah insan pilihan itu. Jawapan akhi sebentar tadi telah menambah keyakinan ana atas pertemuan ini.” jawapannya yang tulus membuatkan diriku kini yakin untuk membawanya bersama berjuang menegakkan agama Allah. Inilah nikmat yang selama ini ingin kumiliki..Nikmat dalam membina baitul muslim berlandaskan saranan Islam. Usai sesi ta’aruf, ustaz Halim dan isterinya memberi ruang untukku melihat bakal zaujahku begitu jua Durrah.

Selang beberapa hari, pertunangan antara diriku dan permata hati pun berlangsung. Pernikahan pula akan dilangsungkan setelah berakhirnya final imtihan bagi semester terakhirku dan Durrah.






*******************

”Benarkah ummi dan abi tak kisah dengan keputusan Durrah? Jazakillah ummi, jazakallah abi,” aku terus memeluk keduanya. Alhamdulillah, kedua insan yang kukasihi menerima penghijrahanku ini. Penghijrahan yang akan bermula pada saat aku akan diijabkabulkan nanti. Walaupun bakal suamiku masih tidak tahu mengenainya, ku pasti dia akan menerimanya.

Setelah mendapat petunjuk dariNya,(mungkin,itulah petunjuk Tuhan) tergerak hatiku melakukan penghijrahan yang sekian lama kusimpan dan pendam dalam sanubari.

Pagi yang indah diserikan lagi dengan cahaya mentari yang menyinari setiap sudut alam seakan turut meraikan pernikahan ini. Bakal menyaksikan pematerian di antara dua hati yang tidak pernah tercemar dengan cinta insani sebelum ijab dan kabul menguasai dan penyatuan dua jiwa kerna Ilahi ini. Serasa seperti aku bermimpi. Mimpikah ini? Hatiku bermonolog sendiri.

Hari ini, akan ada insan pilihan Allah yang akan menjadi pemimpinku. Nakhoda bahtera hidupku yang akan membawaku bersama berjuang di jalan Allah. Insan yang menjadi teman dan kekasihku yang sah atas nama Allah dan semoga kuharapkan sentiasa dalam redhaNya.

”Durrah..enti mengelamun sampai ke mana tu?” suara Hilwa mematikan lamunanku.
Senyumku sendiri menutup rasa malu.

”Err..tak adalah. Ana cuma macam tak percaya, insan yang ana damba dalam diam dihadiahkan oleh Allah buat ana sebagai pemimpin ana. Serasa seperti tidak layak pula. Tapi,inilah takdirNya. Syukran ya Hilwa atas niat enti dan akhi Rauf cuba menyatukan ana. Ana tak tahu kenapa akhi Rauf dan enti mencadangkan nama akhi Muntaqim sebagai calon pasangan ana. Sedangkan ana merahsiakan pertemuan yang tak sengaja tu pada enti. Kebetulan abi sahabat baik Ustaz Halim, dan meminta ustaz mencarikan calon yang sesuai. Ana cuma memberi persetujuan tanpa mahu tahu siapa insan itu asalkan agamanya mantap. Alhamdulillah..terasa Allah memudahkan niat baik enti, Ustaz Halim dan akhi Rauf sendiri. Jazakillah ya habibaty..” hatiku sebak.

Setelah ku tahu mereka yang merancang dalam diam penyatuan diriku dan akh Muntaqim, aku bersyukur mereka mengerti. Ini semua jalan Tuhan. Ada hikmah yang takku sedari. Kugapai tangannya dan kugenggam erat. Sebentar lagi pihak lelaki akan sampai ke masjid Al-Warith ni nanti. Aku bersama ahli keluargaku yang lain sudah pun sampai beberapa minit yang lalu. Gugup juga hatiku.

”Doakan ana ya? Lagipun patutnya enti dan akhi Rauf dulu. Tapi, nampaknya analah yang akan jadi isteri dulu,”aku menyambung bicara dalam tawa.

”Enti ni...sempat lagi eh kenakan ana? Hm..ana dan akhi Rauf memang dapat merasakan kalian memang sesuai sebab keadaan kalian berdua yang masing-masing tidak pernah bercinta. Lagipun ana yakin enti dapat menjadi zaujah solehah yang terbaik buat akhi Muntaqim. InsyaAllah..Dan InsyaAllah dalam minggu ni juga, selepas akhi uruskan hal keluarganya di Seremban, akad nikah akan terus dijalankan di sana terus. Enti jangan lupa datang ya?” Hilwa memeluk bahuku.

”InsyaAllah..syukran jaziilan Hilwa,”hanya itu yang mampu kuucapkan. Hatiku rawan. Jasanya pasti takku lupakan. Akhi Muntaqim pun pasti merasakan hal yang sama.

Kedengaran beberapa buah kereta telah pun sampai di pekarangan masjid Al-Warith. Perasaan gugup mula menguasai diri. Terimakah akhi dengan penghijrahanku ini? Kenalkah dia akan bakal zaujahnya nanti? Hatiku menyoal sendiri. Dari jauh, kulihat dirinya tenang bersama ahli keluarganya yang lain masuk ke dalam ruang masjid. Semuanya sedondon memakai pakaian bertemakan putih bersih. Warna yang melambangkan kesucian cinta yang bakal termeterai kerna Allah.

Hilwa yang berada disebelah kananku seakan memahami,
menggenggam erat tanganku. Dan...

”Jangan risau, akhi Muntaqim memang terima kemahuan enti dan inilah yang diinginkannya pada zaujahnya nanti. Ana yakin dia kenal enti,” Hilwa berbisik padaku. Kelu lidahku. Benarkah? Alhamdulillah...pasti ada yang memberitahunya.

Senyumku.

’Alhamdulillah..syukur. Kini bakal zaujahku jauh lebih manis dan lebih terpelihara,’ Muntaqim bermonolog dalam hatinya. Memandang sekilas ke arah bakal zaujahnya yang mengenakan jubah moden longgar berserta tudung labuh dan...niqab yang kini menutup wajahnya yang cantik sebelum memulakan sesi ijab dan kabul.

’Syukur padaMu..Rabbi, atas kurniaanMu untukku akan permata yang kucari selama ini. Akanku pegang amanahMu buatku ini selama nafasku masih bersisa.’Muntaqim berjanji dalam diam.


p/s : cerpen ini di copy dri blog sahabat ana... ^_^


http://